Kamis, 19 Mei 2011

Bimbingan Orangtua Terhadap Anak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa orangtua adalah ayah dan ibu.[1]
Menurut Daradjat, yang dimaksud dengan orangtua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan dunia luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orangtuanya di permulaan hidupnya dahulu".[2]
Hal ini sejalan dengan pengertian orangtua  menurut  Ahmad Tafsir dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama Islam, yaitu:
Orangtua adalah pendidik utama dan pertama, utama  karena pengaruh mereka amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya, pertama karena orangtua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya.[3]

Dalam buku lain, Pendidikan Agama dalam Keluarga, dikemukakan bahwa orangtua adalah:
Panutan dan contoh bagi anak-anaknya. Setiap anak akan mengagumi orangtuanya, apapun yang dikerjakan orangtua akan dicontoh oleh anak. Misalnya anak akan senang bermain menggunakan palu, anak perempuan senang bermain boneka dan memasak. Contoh tersebut adalah adanya kekaguman anak terhadap orangtuanya, karena itu keteladanan sangat perlu seperti shalat berjamaah, membaca Bismillah ketika makan, anak-anak akan menirukan.[4]

Sedangkan menurut Benson, orangtua adalah seorang dewasa yang sedang membesarkan dan membimbing seorang anak. Atau "seorang dewasa yang mengasuh seorang anak".[5]
Menurut Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, peran orangtua adalah:
Pusat kehidupan rohani anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orangtuanya di permulaan hidupnya dahulu.[6]

Dan dalam bukunya yang lain Ilmu Pendidikan Islam Daradjat mengatakan:
Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak pertama kalinya mendapat pendidikan.[7]
Sedangkan Hasbullah dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan menjelaskan peran orangtua, adalah:
Orangtua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya. Begitu juga orangtua harus menunjukkan kerjasamanya dalam mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orangtua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar.[8]

Dari berbagai pendapat di atas dapat dipahami bahwa orangtua adalah orang yang berperan dalam membesarkan dan membimbing serta menentukan kepribadian anaknya. Selain itu orangtua juga merupakan teladan tingkah laku bagi anaknya. Dalam hal ini orangtua adalah ayah dan ibu kandung. Orangtua juga harus menunjukkan kerjasama dan perhatian terhadap belajar anak, dan tidak terlalu membebani anak dengan pekerjaan rumah tangga agar waktu untuk belajar di rumah lebih banyak.
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan  dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik    dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika   tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut.[9]
Menurut Purwanto, berhasil tidaknya pendidikan di sekolah tergantung kepada pengaruh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.[10]

Secara kodrati pendidik adalah orangtua peserta didik masing-masing. Jadi jika orangtua yang membuang anak kandungnya maka dia tidak berperan sebagai pendidik. Berbeda dengan orangtua yang berperan  sebaik mungkin dengan segala keterbatasannya selalu mengarahkan anaknya.
Prof Dr. M.J. Langeveld dalam Ahmadi dan Uhbiyati menyatakan bahwa "tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa (orangtua) dengan anak adalah merupakan lapangan atau suatu tempat dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung. Pendidikan itu merupakan suatu gejala yang terjadi di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan orang yang belum dewasa".[11]
Sanders mengemukakan bahwa mendidik anak                       adalah hubungan timbal balik (interaksi) antara orangtua dan anak-anak. Mendidik anak ialah mengajar anak secara perlahan-lahan berdiri di atas kaki sendiri.[12]
Pada umumnya pendidikan yang ada di dalam keluarga bukanlah merupakan perwujudan dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan yang alami dalam membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan tersebut terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh-mempengaruhi secara timbal balik antara orangtua baik ayah atau ibu dengan anak-anaknya.
Kedua orangtua sama-sama memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir, seseorang akan selalu ada disamping ibunya yang mana kedekatan antara ibu kepada anak akan berpengaruh sangat besar pada diri anak. Ketika figur seorang ibu sangat baik maka anak akan meniru hal-hal yang baik yang ada pada ibunya, namun sebaliknya anak akan meniru hal-hal yang buruk apabila yang dilihat anak pada ibunya merupakan yang negatif. Selain ibu, ayah juga memiliki pengaruh yang besar pula kepada anaknya. Karena dimata anaknya, ayah adalah yang tertinggi pamornya dan terpandai daripada orang-orang yang dikenalnya.
Membina anak menempuh jalan menuju kemandirian yang semakin tinggi harus dijadikan tujuan setiap bentuk pendidikan. Mengerjakan dan menghafalkan pekerjaan rumah selalu mengandalkan kemampuan anak mengaturnya dan menanganinya.
Menurut Purwanto bahwa pendidikan di sekolah merupakan lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Keluarga tetap bertanggung jawab atas anak-anaknya, baik di rumah maupun di sekolah. Guru hanya menerima sebagian besar dari tanggung jawab orangtua yang diserahkan kepadanya.[13]
Dalam  Al- Quran  Allah  berfirman  agar  menyeru  manusia dengan cara  bijaksana, memberi pelajaran  yang baik, atau ber-mujadalah   dengan  cara  yang  baik pula, hal ini  diterangkan  dalam  surah  An-Nahl  ayat  125 :
Artinya:    Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[14] 

Tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anak sebagai berikut:
1)      Dorongan atau motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dan anak.
2)      Dorongan atau motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orangtua terhadap keturunannya.
3)      Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga yang pada gilirannya menjadi bagian masyarakat dan negara bahkan kemasyarakatan.
4)      Memelihara dan membesarkan anaknya.
Perilaku yang erat antara kedua orangtua dengan anak-anak mereka akan menanamkan kecenderungan-kecenderungan (perilaku) yang mulia dalam diri mereka, membentuk mereka dengan perilaku manusiawi yang luhur, memperbaiki tabiat dan moral mereka serta mendidik secara baik.
Ulwan memberikan gagasan dalam tanggung jawab orangtua terhadap anak, seperti:
a.      Membangkitkan motivasi anak (mendapatkan pekerjaan yang layak).
b.      Memelihara persiapan-persiapan naluri anak.
c.       Memberi kesempatan kepada anak untuk bermain.
d.      Mengadakan kerjasama antar rumah, masjid dan sekolah.
e.      Mempercepat hubungan antara pendidik dan anak
f.        Berjalan di atas metode pendidikan setiap saat.
g.      Menyediakan prasarana kultural yang bermanfaat bagi anak.
h.     Membangkitkan minat anak untuk aktif membaca.
i.        Menumbuhkan rasa tanggung jawab anak terhadap Islam.
j.        Memperdalam semangat jihad dalam jiwa anak.
Menurut Rifa'i dalam bukunya  Bimbingan Perawatan Anak, bahwa masa anak sekolah adalah periode perkembangan antara umur 6 – 12 tahun dan memiliki tiga cara pokok yaitu:
a.      Dorongan untuk keluar dari rumahnya dan masuk dari dalam kelompok anak-anak sebaya.
b.      Dorongan yang bersifat kejasmanian untuk memasuki dunia permainan dan dunia kerja yang menuntut keterampilan.
c.       Dorongan untuk memasuki dunia orang dewasa yaitu dunia konsep-konsep logika, simbol dan komunikasi dorongan mental.[15]

Ahmadi dan Uhbiyati, diantara anggota keluarga, ibu mempunyai pengaruh yang paling besar, karena sejak anak itu lahir sampai akan menginjak dewasa, anak dalam kehidupan sehari-harinya lebih berdekatan dengan ibu dibandingkan dengan lainnya. Jadi peranan ibu nampak lebih berfungsi dalam pendidikan anak-anaknya.
Banyak orangtua membantu anak mereka mengerjakan pekerjaan rumah dan cara melaksanakannya memang berbeda-beda. Umumnya, dapat dikatakan bahwa bantuan dan pertolongan kepada anak waktu belajar di rumah yang tepat ialah pengawasan atas cara atau metode belajar menciptakan situasi yang menguntungkan proses belajar. Bantuan tidak berarti menganggurkan anak. Dasar dari bantuan adalah untuk menumbuhkan minat dan kemauan anak dalam belajar.


[1] Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, t.tp, 1989, 629
[2] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, h. 38
[3] Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, h. 135
[4] Ibid, h. 7
[5] Jolene L. Roelhkepartain, , dan Nancy Leffert, Apa Yang Dibutuhkan Anak-Anak Agar Sukses (What Young Children Need to Succeed), Batam: Interaksara, 2005, h. 11
[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, h. 38
[7] Ibid, h. 35
[8] Habsullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001, h. 90
[9] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa, h. 47
[10] M. Ngalim Purwanto,  Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Karya Offset, 1985,         h. 55
[11] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001
[12] Sander, h. 1
[13] M. Ngalim Purwanto,  Ilmu Pendidikan h. 33
[14] Q.S. An-Nahl [16] : 125
[15] Rifa'i, 1993:19
Read More >

Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi adalah proses penentuan nilai atau manfaat dari suatu data kolektif. Stuffelbeam, menyatakan bahwa evaluasi adalah proses memperoleh, menyajikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai suatu  altematif pengambilan keputusan. Pandangan ini menunjukkan bahwa basil kegiatan evaluasi dipergunakan untuk pengambilan keputusan.[1]
Ebel berpendapat bahwa evaluasi merupakan suatu kebutuhan dimana evaluasi harus memberikan keputusan tentang informasi apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi tersebut dikumpulkan, serta bagaimana informasi tersebut disintesiskan untuk mendukung basil yang diharapkan.[2]
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong pendidik amok mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program pembelajaran hares memiliki kesalahan sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap basil penilaian, maka kesalahan pada penilaian dan pengukuran hares sekecil mungkin.
Evaluasi yang hanya melihat kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan fokus dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Ada yang terkait dengan tujuan ada yang tidak, dan yang tidak terkait bisa positif dan bisa negatif. Oleh karena itu pendekatan bebas tujuan (goal free) dalam melakukan evaluasi layak untuk digunakan. Walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh basil lain yang berupa motivasi, kesadaran, percaya diri, kreativitas, kemandirian, tanggungjawab dan aspek psikologis lainnya.[3]
Tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, ketrampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan dan atau perubahan sikap, dapat digunakan paper-and pencil test (tes tertulis) sebagai alat ukurnya. Evaluasi program untuk meningkatkan ketrampilan siswa dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya. Misalnya beberapa program untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, guru dapat mengevaluasi level kecakapan siswa.[4]
Dari beberapa definisi di atas, evaluasi adalah program untuk meningkatkan ketrampilan siswa dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya. Walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh basil lain yang berupa motivasi, kesadaran, percaya diri, kreativitas, kemandirian, tanggungjawab dan aspek psikologis lainnya. Tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, ketrampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah.  Dengan evaluasi hasil belajar ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, guru dapat mengevaluasi level kecakapan siswa.


[1] Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, Bandung: Wacana Prima, 2007 , h. 3
[2] Ebel (1986) dalam Tafsir, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: RIneka Cipta, 2000, h. 22
[3] Sudjana, N, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdikarya, 2005, h. 2  
[4] Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, , h. 3
Read More >

Media Visual dalam Pembelajaran

Secara etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang berasal dan Bahasa Latin “medius” yang berarti tengah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang” sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi.[1]
Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar). Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e” merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan Web sebagai bahan ajar online.[2]
Beberapa istilah yang terkait dengan perangkat media yaitu "materials" (bahan media), "equipment" (peralatan), "hardware" (perangkat keras) dan "software" (perangkat lunak).
Keempat istilah itu mempunyai arti yang berbeda, tetapi semuanya adalah nama dari komponen media pembelajaran. Biasanya istilah materials dihubungkan dengan equipment dan istilah perangkat keras dikaitkan dengan perangkat lunak.
Hadrware atau perangkat keras adalah peralatan untuk menyampaikan pesan yang disimpan pada materials untuk disampaikan kepada audien. Media pembelajaran yang termasuk adalah model dan objek. Sedangkan Software atau perangkat lunak adalah isi pesan yang disimpan pada material. Media pembelajaran yang termasuk perangkat lunak, misalnya isi pesan yang disimpan pada transparan OHP, kaset audio, kasetvideo, film, slide dan sebagainya.[3]
Berikut ini beberapa pendapat para ahli komunikasi atau ahli bahasa tentang pengertian media yaitu
(1)   Orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterapilan, dan sikap yang baru, dalam pengertian meliputi buku, guru, dan lingkungan sekolah.
(2) Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber (pemberi pesan) dengan penerima pesan
(3)  Komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang
(4)  Media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pildran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efesien sesuai dengan yang diharapkan.
(5)    Alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi, yang terdiri antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.[4]

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pengajaran adalah bahan, alat, maupun metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara guru dan anak didik dapat berlangsung secara efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dicita-citakan.
Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media dipahami secara garis besar adalah manusia materi, atau kejadian yang membagun. Jadi media adalah alat menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajar.[5]
            Salahuddin mengatakan bahwa “media pendidikan ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar pada diri siswa.[6]
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran/pendidikan adalah segala sesuatu atau benda yang dapat diindrai, dapat digunakan untuk merasang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat meningkatkan efektivitas hasil belajar siswa.
Pada awal perkembangannya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang berupa alat bantu visual. Sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka penggunaan media visual dilengkapi dengan audio, hingga saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.


[1] Association for Educational Communicational and Technology (AECT), t.tp 1977:162.
[2] Ibid  
[3] Ibid
[4] Gerlach dan Ely dalam Ibrahim, 1982
[5] Rodhatul Jennah , Bahan Ajar Media Pembelajaran, Banjarmasin: Antasar Pressi, 1999
[6] Salahuddin, Media Pendidikan Agama, 1986
Read More >

Rabu, 18 Mei 2011

Bangsa Ikan Gabus (Channiformes)

Ada yang suka ikan gabus? Bagi yang hobi memancing pasti tahu ikan ini.


IKAN GABUS, suatu kelompok ikan air tawa bertubuh memanjang dari Afrika dan Asia. Pertalian kekerabatan kelompok ini agak tak pasti dan untuk saat ini ikan-ikan tersebut ditempatkan di dekat kawanan bangsa ikan kerapu, yaitu ordo Perciformes. Tubuhnya panjang, silindris, kepala sangat mirip kepala ular, sirip punggung dan sirip anus panjang berduri lunak. Tubuhnya biasanya bercoreng-moreng dengan corak-corak cokelat, terkadang dengan tanda-tanda merah. Pola warna berbeda bagi setiap spesies, tetapi coraknya bercampur sesuai dengan latar belakangnya. Ikan ini merupakan ikan buas yang agresif. Panjangnya biasanya 75 cm, dengan rahang besar dan menantang.

Ikan gabus sering hidup di perairan tercemar, menggenang dan seperti banyak ikan lain dalam tipe lingkungan ini, ikan ini telah mengembangkan organ-organ pernapasan tambahan. Bilik-bilik insang berkantung-kantung kecil yang terlipat dan diperlengkapi secara baik dengan pembuluh-pembuluh darah guna menyerap zat asam. Bila air mengering, ikan ini membenamkan dirinya ke dalam lumpur, tetapi mampu juga bergerak melintasi daratan dengan gerakan-gerakan mendayung yang khas dengan sirip-sirip dadanya.

Di Asia Tenggara, ikan ini merupakan ikan makanan penting, sebagian besar karena kemampuannya bertahan hidup untuk jangka waktu lama di luar air, dan dengan begitu tetap dalam kondisi bagus sampai terjual. Ada dua genus, Ophicepalus (secara harfiah berarti si kepala ular) dan Channa, yang mempunyai satu spesies yang tidak bersirip pinggul. Ikan ini telah berhasil diperkenalkan ke bagian-bagian Amerika Serikat. (sumber: Ensiklopedia Indonesia, seri Fauna)
Read More >